Badar merupakan nama suatu tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah yang memiliki sumber mata air. Peperangan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslimin terjadi di wilayah Badar yang pada akhirnya dikenal dengan istilah Perang Badar. Ramadhan menjadi bulan bersejarah terjadinya Perang Badar. Pertempuran yang terjadi antara kaum Muslimin dengan kaum kafir Quraish tersebut berlangsung mana kala pasukan Islam tengah berpuasa.
Waktu Dan Sebab Terjadinya Perang Badar
Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan 2 H/624 M. Dalam Fiqhus-Siroh karya Muhammad Al-Gazali diceritakan, bahwa tersiar berita di Madinah tentang adanya sebuah kafilah besar kaum kafir Quraish yang dipimpin Abu Sufyan berangkat meninggalkan Syam. Kafilah dagang tersebut akan bertolak ke Makkah untuk pulang. Dalam perjalanannya, mereka membawa barang dagangan yang sangat besar nilainya. Terdapat seribu ekor unta yang penuh dengan muatan barang berharga, bahkan dalam satu riwayat disebutkan para unta memuat kurang lebih 50.000 dinar emas. Kafilah tersebut berjumlah tidak lebih dari 30 sampai 40 orang.
Terdapat beberapa sebab yang memicu lahirnya Perang Badar. Setidaknya terdapat tiga sebab, yaitu :
1. Pengusiran terhadap umat Islam dari Makkah. Selain mengalami pengusiran, umat Islam tidak jarang diperlakukan buruk dengan ditindas, dizhalimi bahkan dirampas harta bendanya oleh kaum kafir Quraish.
2. Penindasan yang diterima oleh umat Islam. Kendati telah melakukan hijrah ke Madinah, penindasan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraish masih dialami umat Islam. Kaum Muslimin yang berdagang kerap disiksa dan dirampas barang dagangannya.
3. Sebagai pelajaran kepada kaum kafir Quraisy. Perang Badar lahir salah satunya disebabkan perilaku keji kaum kafir Qurasih. Oleh sebab itu, Rasulullah mempersiapkan umat Islam untuk memberi pelajaran kepada kafilah dagang Quraish yang akan bertolak ke Makkah.
Baca Juga Jasa Paket Aqiqah di Tangerang Seletan – Hubungi Kami Slamet Aqiqah 081-878-9119.
Susunan Pasukan
Muhammad mengadakan persiapan untuk keluar bersama 313 atau hingga 317 orang, yang terdiri dari 82 hingga 86 dari Muhajirin, 61 dari Aus, dan 170 dari Khazraj. Mereka tidak mengadakan pertemuan khusus dan tidak membawa perlengkapan yang banyak. Kudanya pun hanya dua ekor; seekor milik Az Zubair Bin Al-Awwam dan seekor lagi milik Al-Miqdad Bin Al-Aswad Al-Kindi. Untanya ada 70 ekor, Satu ekor dinaiki dua atau tiga orang. Muhammad naik seekor unta bersama Ali bin Abu Thalib dan Martsad Bin Abu Martsad Ghanawi.
Muhammad, mengangkat Ibnu Ummi Makhtum menjadi wakilnya di Madinah. Namun, setibanya di Ar-Rauha’, Muhammad menyuruh Abu Lubabah Bin Abdul Mundzir agar kembali ke Madinah dan menggantikan posisi Ibnu Ummi Makhtum sebagai wakilnya. Bendera komando tertinggi yang berwarna putih diserahkan kepada Mush’ab Bin Umair Al-Qurasyi Al-Abdari. Pasukan kaum Muslimin dibagi menjadi dua batalion :
1. Batalion Muhajirin. Benderanya diserahkan kepada Ali Bin Abu Thalib.
2. Batalion Anshar. Benderanya diserahkan kepada Sa’ad Bin Mu’adz.
Komando sayap kanan diserahkan kepada Az-Zubair Bin Al-Awwam’ dan sayap kiri diserahkan kepada Al-Miqdad Bin Amr, karena hanya mereka berdualah yang naik kuda dalam pasukan itu. Sementara titik pertahanan garis belakang diserahkan kepada Qais Bin Sha’sha’ah Komando tertinggi berada di tangan Muhammad.
Latar Belakang Muhammad
Pada awal peperangan, Jazirah Arab dihuni oleh suku-suku yang berbicara dalam Bahasa Arab. Beberapa diantaranya adalah suku Badui, bangsa Nomad penggembala yang terdiri dari berbagai macam suku, beberapa adalah suku petani yang tinggal di Oasis daerah Utara atau daerah yang lebih subur di bagian selatan (sekarang Yaman dan Oman). Mayoritas bangsa Arab menganut kepercayaan politeisme. Beberapa suku juga memeluk agama Yahudi, Kristen (termasuk paham Nestorian), dan Zoroastrianisme.
Muhammad lahir di Mekkah sekitar tahun 570 dari keluarga Bani Hasyim dari suku Quraisy. Ketika berumur 40 tahun, ia mengalami pengalaman spiritual yaitu menerima wahyu ketika sedang menyendiri di suatu Gua, yakni Gua Hira di luar kota Mekkah. Ia mulai berdakwah kepada keluarganya dan setelah itu baru berdakwah kepada umum. Dakwahnya ada yang diterima dengan baik tapi lebih banyak yang menentangnya. Pada periode ini, Muhammad dilindungi oleh pamannya Abu Thalib, Ketika pamannya meninggal dunia sekitar tahun 619, kepemimpinan Mekkah diteruskan kepada salah seorang musuh Muhammad, yaitu Amr bin Hisyam, yang menghilangkan perlindungan kepada Muhammad serta meningkatkan penganiayaan terhadap komunitas Muslim.
Pada tahun 622, dengan semakin meningkatnya kekerasan terbuka yang dilakukan kaum Quraisy kepada kaum Muslim di Mekkah, Muhammad dan banyak pengikutnya hijrah ke Madinah. Hal ini menandai dimulainya kedudukan Muhammad sebagai pemimpin suatu kelompok dan agama.
Pertempuran
Di musim semi tahun 624, Muhammad mendapatkan informasi dari mata-matanya bahwa salah satu kafilah dagang yang paling banyak membawa harta pada tahun itu, dipimpin oleh Abu Sufyan dan dijaga oleh tiga puluh sampai empat puluh pengawal, sedang dalam perjalanan dari Suriah menuju Mekkah. Mengingat besarnya kafilah tersebut, atau karena beberapa kegagalan dalam penghadangan kafilah sebelumnya, Muhammad mengumpulkan pasukan sejumlah lebih dari 300 orang, yang sampai saat itu merupakan jumlah terbesar pasukan Muslim yang pernah diterjunkan ke medan perang.
Jumlah lengkap dari pasukan Muhammad yang dikumpulkan adalah 313 orang laki-laki. Namun, hanya 305 orang saja yang akhirnya mengikuti pertempuran. 8 orang lainnya tertinggal karena berbagai sebab yang berbeda. Baca Juga Paket Aqiqah Laki laki dan Paket Aqiqah Perempuan.
Dari kaum Muhajirin terdapat tiga orang yang tidak bertempur, sedangkan dari kaum Anshar ada lima orang. Dari kaum Muhajirin ada Utsman Bin Affan, Thalhah Bin Ubaidillah dan Sa’id Bin Zaid. Utsman bin Affan tidak dapat berangkat ke pertempuran karena menemani istrinya yaitu Ruqayyah Binti Muhammad yang dalam keadaan sekarat hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sedangkan Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid diutus oleh Muhammad untuk menyelidiki informasi tentang kafilah dagang suku Quraisy.
Dari kaum Anshar terdapat 5 orang yang tidak mengikuti pertempuran, yaitu Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, Ashim bin Adi Al-Ajlani, Al-Harits bin Hathib Al-Amri, Al-Harits bin Ash-Shamah, dan Khawwat bin Jubair. Abu Lubabah Bin Abdul Mundzir dipilih oleh Muhammad untuk mewakili dirinya sebagai pemimpin di Madinah. Ashim bin Adi Al-Ajlani dipilih oleh Muhammad untuk mewakili dirinya sebagai pemimpin di Aliyah. Al-Harits bin Hathib Al-Amri dipulangkan ke Bani Amr bin Auf di Rauha’. Alasannya adalah tersebar kabar buruk tentang Bani Amr bin Auf. Sedangkan Al-Harits bin Ash-Shamah, dan Khawwat bin Jubair mengalami patah tulang.
Pergerakan Menuju Badar
Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya, termasuk pamannya Hamzah dan para calon Khalifah pada masa depan, yaitu Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Bin Khattab dan Ali Bin Abi Thalib. Kaum Muslim juga membawa 70 unta dan 3 kuda, yang berarti bahwa mereka harus berjalan, atau tiga sampai empat orang duduk di atas satu unta. Namun, banyak sumber-sumber kalangan Muslim pada awal masa itu, termasuk dalam Al-Qur’an sendiri, tidak mengindikasikan akan terjadinya suatu peperangan yang serius, dan calon khalifah ketiga Utsman Bin Affan juga tidak ikut karena istrinya sakit.
Ketika kafilah dagang Quraisy Mekkah mendekati Madinah, Abu Sufyan mulai mendengar mengenai rencana Muhammad untuk menyerangnya. Ia mengirim utusan yang bernama Damdam ke Mekkah untuk memperingatkan kaumnya dan mendapatkan bala bantuan. Segera saja kaum Quraisy Mekkah mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000 orang untuk melindungi kelompok dagang tersebut. Banyak bangsawan kaum Quraisy Mekkah yang turut bergabung, termasuk di antaranya Amr Bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Umayyah Bin Khalaf.
Alasan keikut-sertaan mereka masing-masing berbeda. Beberapa ikut karena mempunyai bagian dari barang-barang dagangan pada kafilah dagang tersebut, yang lain ikut untuk membalas dendam atas Ibnu al-Hadrami, penjaga yang tewas di Nakhlah, dan sebagian kecil ikut karena berharap untuk mendapatkan kemenangan yang mudah atas kaum Muslim. Amr bin Hisyam juga disebutkan menyindir setidak-tidaknya seorang bangsawan, yaitu Umayyah bin Khalaf, agar ikut serta dalam penyerangan ini.
Di saat itu pasukan Muhammad sudah mendekati tempat penyergapan yang telah direncanakannya, yaitu di sumur Badar, suatu lokasi yang biasanya menjadi tempat persinggahan bagi semua kafilah yang sedang dalam rute perdagangan dari Suriah. Akan tetapi, beberapa orang petugas pengintai kaum Muslim berhasil diketahui keberadaannya oleh para pengintai kafilah dagang Quraisy tersebut dan Abu Sufyan kemudian langsung membelokkan arah kafilah menuju Yanbu.
Rencana Pasukan Muslim
” Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah untukmu. Tetapi Allah hendak membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya. ” ( QS. Al-Anfal : 7 )
Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai keberangkatan pasukan dari Mekkah. Muhammad segera menggelar rapat Dewan Peperangan disebabkan karena masih adanya kesempatan untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang baru saja masuk Islam ( disebut kaum Anshar atau “Penolong”, untuk membedakannya dengan kaum Muslim Quraisy ), yang sebelumnya hanya berjanji untuk membela Madinah. Berdasarkan pasal-pasal dalam Piagam Madinah, mereka berhak untuk menolak berperang serta dapat meninggalkan pasukan.
Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam (sirah), dinyatakan bahwa mereka pun berjanji untuk berperang. Sa’ad bin Ubadah, salah seorang kaum Anshar, bahkan berkata “Seandainya engkau (Muhammad) membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu.” Akan tetapi, kaum Muslim masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran terbuka, dan terus melanjutkan pergerakannya menuju Badar.
Pada tanggal 11 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar. Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang telah berkuda di depan barisan utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air dari pasukan Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika mendengar para tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah dagang, melainkan berasal dari pasukan utama Quraisy.
Karena menduga bahwa mereka berbohong, para penyelidik memukuli kedua tawanan tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah dagang. Akan tetapi berdasarkan catatan tradisi, Muhammad kemudian menghentikan tindakan tersebut. Beberapa catatan tradisi juga menyatakan bahwa ketika mendengar nama-nama para bangsawan Quraisy yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata “Itulah Mekkah. Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya.” Hari berikutnya Muhammad memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan ke wadi Badar dan tiba di sana sebelum pasukan Mekkah.
Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama “Yalyal”. Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah bukit besar bernama “‘Aqanqal”. Ketika pasukan Muslim tiba dari arah timur, Muhammad pertama-tama memilih menempatkan pasukannya pada sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil diyakinkan oleh salah seorang pejuangnya, untuk memindahkan pasukan ke arah barat dan menduduki sumur yang terdekat dengan posisi pasukan Quraisy. Muhammad kemudian memerintahkan agar sumur-sumur yang lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa harus berperang melawan pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber air yang tersisa.
Rencana Pasukan Mekkah
” Semua suku arab akan mendengar bagaimana kita akan maju ke depan dengan segala kemegahan kita, dan mereka akan mengagumi kita untuk selama-lamanya. ” -Amr Bin Hisyam
Di sisi lain, meskipun tidak banyak yang diketahui mengenai perjalanan pasukan Quraisy sejak saat mereka meninggalkan Mekkah sampai dengan kedatangannya di perbatasan Badar, beberapa hal penting dapat dicatat: adalah tradisi pada banyak suku Arab untuk membawa istri dan anak-anak mereka untuk memotivasi dan merawat mereka selama pertempuran, tetapi tidak dilakukan pasukan Mekkah pada perang ini.
Selain itu, kaum Quraisy juga hanya sedikit atau sama sekali tidak menghubungi suku-suku Badui sekutu mereka yang banyak tersebar di seluruh Hijaz, Kedua fakta itu memperlihatkan bahwa kaum Quraisy kekurangan waktu untuk mempersiapkan penyerangan tersebut, karena tergesa-gesa untuk melindungi kafilah dagang mereka.
Ketika pasukan Quraisy sampai di juhfah sedikit di arah selatan Badar, mereka menerima pesan dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagang telah aman berada di belakang pasukan tersebut, sehingga mereka dapat kembali ke Mekkah. Pada titik ini, menurut penelitian Karen Armstrong muncul pertentangan kekuasaan di kalangan pasukan Mekkah. Amr bin Hisyam ingin melanjutkan perjalanan, tetapi beberapa suku termasuk Bani Zuhrah dan Bani ‘Adi segera kembali ke Mekkah.
Armstrong memperkirakan suku-suku itu khawatir terhadap kekuasaan yang akan diraih oleh Amr bin Hisyam, dari penghancuran kaum Muslim. Sekelompok perwakilan Bani Hasyim yang juga enggan berperang melawan saudara sesukunya, turut pergi bersama kedua suku tersebut. Di luar beberapa kemunduran itu, Amr bin Hisyam tetap teguh dengan keinginannya untuk bertempur, dan bersesumbar “Kita tidak akan kembali sampai kita berada di Badar”. Pada masa inilah Abu Sufyan dan beberapa orang dari kafilah dagang turut bergabung dengan pasukan utama.
Pecahnya Perang Badar
Abu Sufyan telah mendengar kabar terkait Rasulullah yang mengerahkan kaum Muslimin untuk mengganggu perjalanan mereka. Oleh karenanya, ia mengirim utusan untuk berangkat terlebih dahulu meminta bantuan ke Makkah.Singkat cerita kabilah-kabilah yang ada di Makkah dengan cepat mengirim bala bantuan yang totalnya berjumlah seribu orang guna menghadapi kaum Muslimin. Kendati demikian, pertempuran besar di Badar sebenarnya di luar perkiraan umat kaum Muslimin.
Sebab, sejak awal Rasulullah mengerahkan pasukan kepada kabilah dagang kafir Quraish hanya sekadar penyergapan biasa dan mempersiapkan untuk peperangan. Oleh karena itu, pasukan Islam yang bertolak hanya sebanyak 313 orang sedangkan kaum kafir berjumlah 1.300 pasukan.
Dalam peperangan, kaum Muslimin terbagi atas dua barisan yaitu Muhajirin dan Anshor. Mereka bergerak dari sisi utara melalui sepanjang jalan utama ke Makkah di Lembah Badar.Pertempuran dengan duel antara Hamzah bin Abdul Muthalib berhadapan dengan al-Aswad bin ‘Abdul-Asad al-Makhzumi dari Bani Makhzum. Hamzah pun berhasil mengalahkan Al-Aswad. Selang kemudian terdapat duel-duel selanjutnya yang diiringi dengan hujan panah dari kedua belah pihak.
Kemenangan Kaum Muslimin Di Perang Badar
Meskipun jumlah pasukan Quraish empat kali lipat pasukan muslim, tetapi atas izin Allah Perang Badar dimenangkan oleh pasukan muslim. Peristiwa ini menjadi catatan pertama kemenangan umat Islam melawan kaum kafir dalam peperangan. Kemenangan yang diraih oleh kaum muslim, disebabkan bala bantuan yang Allah datangkan. Allah mengutus seribu malaikat untuk turun membantu kaum muslim dalam medan pertempuran. Peristiwa ini dikisahkan dalam surah al-Anfal ayat 9 :
اِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ اَنِّيْ مُمِدُّكُمْ بِاَلْفٍ مِّنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ مُرْدِفِيْنَ
“(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu Dia mengabulkan(-nya) bagimu (seraya berfirman), “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu berupa seribu malaikat yang datang berturut-turut.”
Dengan menangnya kaum Muslimin dalam Perang Badar, menjadi sejarah penting yang menunjukkan kekuatan baru umat Islam kala itu. Kekalahan telak yang diterima kafir Quraish tersebut juga menjadi bukti kasih sayang dan kuasa Allah yang menjadikan kemenangan berpihak pada kaum Muslimin. Wallahu’alam.
Badar Dalam Al-Qur’an
Pertempuran Badar adalah salah satu dari sedikit pertempuran yang secara eksplisit dibicarakan dalam Al-Qur’an. Nama pertempuran ini bahkan disebutkan pada surah Ali-Imran : 123, sebagai bagian dari perbandingan terhadap Pertempuran Uhud.
” Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam Perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika engkau (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang beriman, “Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” “Ya” (cukup). Jika kamu bersabar dan bertakwa ketika mereka datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. “ ( QS Ali Imran : 123-125 )
Menurut Yusuf Ali, istilah “syukur” dapat merujuk kepada disiplin. Di Badar, barisan-barisan Muslim diperkirakan telah menjaga disiplin secara ketat, sementara di Uhud mereka keluar barisan untuk memburu orang-orang Mekkah, sehingga membuat pasukan berkuda Mekkah dapat menyerang dari samping dan menghancurkan pasukan Muslim. Gagasan bahwa Badar merupakan “pembeda” (furqan), yaitu menjadi kejadian mukjizat dalam Islam, disebutkan lagi dalam surah yang sama ayat 13.
” Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain (golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa mereka (golongan Muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati). “ ( QS. Ali Imran : 13 )
Badar juga merupakan pokok pembahasan Surah kedelapan Al-Anfal yang membahas mengenai berbagai tingkah laku dan kegiatan militer. “Al-Anfal” berarti “rampasan perang” dan merujuk pada pembahasan pasca pertempuran dalam pasukan Muslim mengenai bagaimana membagi barang rampasan dari pasukan Quraisy. Meskipun surah tersebut tidak menyebut Badar, isinya menggambarkan pertempuran tersebut, serta beberapa ayat yang umumnya dianggap diturunkan pada saat atau segera setelah pertempuran tersebut terjadi.
Demikian ringkasan kisah perang Badar. Perang Badar dapat menjadi pelajaran bagi umat Islam untuk terus berpegang teguh pada agama dan percaya pada Allah Swt. Semoga bermanfaat. Kami Juga Menyediakan Jasa Paket Aqiqah di Jakarta Selatan, Bagi Anda Yang Ingin Aqiqah Bisa Hubungi Kami Slamet Aqiqah 081-878-9119.