Iduladha adalah hari raya umat Islam yang juga memperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya Ismail sebagai wujud kepatuhan terhadap Allah. Kisah inilah yang mengawali perintah bahwa hewan ternak disembelih sebagai kurban setiap tahun.
Kisah inspiratif ini datang dari seorang Nabi yang mendambakan seorang anak. Nabi Ibrahim adalah salah satu Nabi yang meminta keturunan kepada Allah. Beliau berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh. Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun.” (QS. As-Saffat: 100-101).
Ketika Ismail lahir, Nabi Ibrahim sudah berusia 86 tahun. Seorang anak yang lahir dari rahim Siti Hajar ini dididik dengan sangat baik. Ia tumbuh menjadi anak saleh dan taat kepada Allah Swt. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap Ismail sangatlah besar. Hingga pada akhirnya, Nabi Ibrahim diuji dengan sesuatu yang ia cintai, yakni bermimpi bahwa Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anak satu-satunya itu. Ujian itu datang ketika Ismail masih belia.
Nabi Ibrahim sangat bingung dan merenungkan mimpi tersebut. Beliau terus meminta petunjuk kepada Allah agar tidak salah dalam mengambil keputusan. Mimpi tersebut kemudian datang hingga tiga kali. Maka pada hari ketiga, Nabi Ibrahim membenarkan mimpi tersebut bahwa itu adalah perintah dari Allah Swt. yang harus ditaati. Baca Juga Jasa Paket Aqiqah di Tangerang Seletan – Hubungi Kami Slamet Aqiqah 081-878-9119
Akhirnya Nabi Ibrahim menceritakan mimpi tersebut kepada putranya Ismail. Atas iman dan ketaatan yang sangat luar biasa, Ismail menerima mimpi tersebut dan bersedia untuk disembelih. Hal ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah As-Shaffat ayat 102, “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Akhirnya penyembelihan tersebut dilakukan di Mina. Sebelum mengambil pisau, Nabi Ibrahim mencium Ismail dengan penuh kasih sayang. Ketika Nabi Ibrahim menempelkan pisau di leher Ismail, pada saat itulah Allah memperlihatkan kebesaran-Nya. Penyembelihan Ismail diganti dengan seekor kambing. Hal ini diabadikan dalam surah As-Saffat ayat 104-108.
Namun demikian, mengapa Allah memerintahkan hal tersebut melalui mimpi Nabi Ibrahim?
Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya, Al-Tahrir wa al-Tanwir, menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan bentuk penghormatan atau memuliakan kepada Nabi Ibrahim atas keresahan yang dialaminya dengan perintah mengorbankan putranya tersebut jika disampaikan saat terjaga. Sebab, melalui mimpi, perenungan atas perintah tersebut akan dilakukan setelahnya karena terkadang mimpi tersebut mengandung tanda gangguan pikiran.
Lebih lanjut, Ibnu Asyur juga menegaskan bahwa mimpi merupakan cara yang ramah bagi jiwa untuk menyambut perintah yang sedemikian berat itu, yakni mengorbankan anaknya yang semata wayang itu. Akhirnya, perintah berkurban untuk umat Islam pun disebutkan dalam hadis riwayat Abu Daud..
“Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunahkan berkurban.” (HR. Abu Daud).
Saat tengah gembira atas kelahiran putranya, ia mendapatkan perintah untuk meninggalkan dua orang yang amat dicintainya itu di tengah wilayah yang tandus, yakni Makkah saat ini. Wilayah yang diapit dua bukit, yakni Shafa dan Marwah. Dikisahkan dalam kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Siti Hajar turut berdiri manakala melihat sang suami, yakni Nabi Ibrahim, berdiri, sembari mengajukan pertanyaan. “Duhai Ibrahim, hendak ke mana Engkau pergi, sedangkan Engkau meninggalkan kami di lembah ini tanpa ada seorang teman dan sesuatu apapun?” Siti Hajar berulang kali menyampaikan hal yang sama. Namun, sang suami tak bergeming sedikit pun
Melihat tak ada respons, Siti Hajar mengubah pertanyaannya, “Apakah Allah memerintahkanmu demikian?”
“Ya,” Nabi Ibrahim menjawab pendek. “Jadi, jangan sia-siakan kami,” kata Siti Hajar lagi menjawab sembari kembali ke tempat semula. Sementara Nabi Ibrahim terus berlalu. Saat itu, Nabi Ismail masih bayi, masih menyusu kepada ibunya. Ketika perbekalan habis, sang ibu pun mencari penghidupan.
Namun, ia tak menemukan apa-apa di sekitarnya. Segera ia menaiki bukit Shafa dan melempar pandangannya ke bawah, tetapi tak ada apa-apa. Setelah memastikan memang tidak ada apa-apa, ia turun kembali dan melihat sekitarnya, masih demikian. Lalu, ia coba menaiki bukit Marwah dan kembali mengarahkan pandangannya ke sekitar. Baca Juga Paket Aqiqah Laki laki dan Paket Aqiqah Perempuan
Namun, lagi-lagi, tak ia temukan barang sesuatu apapun. Hal demikian berulang sampai tujuh kali. Tentu kisah ini bukan saja ujian bagi Siti Hajar dan Nabi Ismail kecil,. Tetapi juga bagi Nabi Ibrahim selaku ayah yang harus mengikhlaskan situasi demikian. Setelah Nabi Ismail beranjak remaja, Nabi Ibrahim kembali diuji untuk mengorbankan putranya.
Perintah ini datang melalui mimpi pada tanggal 8 Dzulhijjah. Namun, perintah ini tak langsung diamini oleh Nabi Ibrahim. Ia masih meragukan apakah betul mimpi tersebut adalah perintah dari Allah swt. Kemudian, mimpi yang sama datang lagi pada tanggal 9 Dzulhijjah. Karenanya, tanggal tersebut dinamai hari Arafah, yakni hari saat Nabi Ibrahim arafa (mengetahui), meyakini bahwa mimpi yang datang di dalam tidurnya adalah betul-betul perintah dari Allah swt. Lantas, keesokan harinya, pada tanggal 10 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut. Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat al-Shaffat ayat 101:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Perintah ini datang melalui mimpi, tidak disampaikan saat Nabi Ibrahim dalam keadaan terjaga. Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya, Al-Tahrir wa al-Tanwir, menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan bentuk penghormatan atau memuliakan kepada Nabi Ibrahim atas keresahan yang dialaminya dengan perintah mengorbankan putranya tersebut jika disampaikan saat terjaga.
Sebab, melalui mimpi, perenungan atas perintah tersebut akan dilakukan setelahnya karena terkadang mimpi tersebut mengandung tanda gangguan pikiran. Lebih lanjut, Ibnu Asyur juga menegaskan bahwa mimpi merupakan cara yang ramah bagi jiwa untuk menyambut perintah yang sedemikian berat itu, yakni mengorbankan anaknya yang semata wayang itu.
Nabi Ibrahim a.s. adalah teladan mulia dalam ketauhidan, tawakkal, serta kebaikan-kebaikan lainnya. Diambil dari buku Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi, Abu Utsman Kharisman (2021:73), simak 3 cara meneladani Nabi Ibrahim a.s. berikut ini.
Dan ketika Ibrahim berdoa: “Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah) sebagai negeri yang aman, dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah berhala” (Q.S Ibrahim:35).
2. Nabi Ibrahim Selalu Tawakkal kepada Allah
Hasbunallahu wa ni’mal wakil (Cukup bagi kami Allah, dan Dia adalah sebaik-baik tempat bergantung). Dengan ketawakkalannya itulah, Allah selamatkan Nabi Ibrahim a.s. Api yang tabiat aslinya panas, menjadi dingin menyelamatkan tanpa memudharatkan.
Allah berfirman: “Wahai api, jadilah engkau dingin dan selamat bagi Ibrahim” (Q.S al- Anbiyaa’ ayat 69).
3. Nabi Ibrahim Taat pada Perintah Allah